Beranda | Artikel
Hadits Arbain Ke 6 – Hadits Tentang Syubhat
Kamis, 25 April 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Anas Burhanuddin

Hadits Arbain Ke 6 – Hadits Tentang Syubhat merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah (الأربعون النووية) atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi rahimahullahu ta’ala. Kajian ini disampaikan pada 5 Rajab 1440 H / 12 Maret 2019 M.

Status Program Kajian Kitab Hadits Arbain Nawawi

Status program kajian Hadits Arbain Nawawi: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Selasa sore pekan ke-2 dan pekan ke-4, pukul 16:30 - 18:00 WIB.

Download juga kajian sebelumnya: Hadits Arbain Ke 5 – Hadits Tentang Bid’ah

Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 6 – Hadits Tentang Syubhat

Kajian kali ini membahas hadits arbain ke 6. Yakni hadits Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘Anhu:

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الَحرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ أَلاَّ وِإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ القَلْبُ  رَوَاهُ البُخَارِي وَمُسْلِمٌ

Dari An-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘Anhuma, beliau mengatakan, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sungguh yang halal itu jelas, yang haram pun jelas. Dan diantara keduanya ada perkara yang syubhat –perkara yang rancu– yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Maka barangsiapa yang menghindari syubhat, maka berarti dia telah membebaskan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh ke dalam perkara-perkara syubhat, maka dia jatuh dalam perkara yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seperti seorang gembala menggembalakan di sekitar tanah larangan. Hampir saja dia masuk dalam tanah larangan itu. Dan sungguh setiap Raja itu memiliki tanah larangan. Dan tanah larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah perkara-perkara yang diharamkanNya. Dan sungguh dijasad ini ada sekerat daging yang jika dia baik maka seluruh anggota tubuh akan baik dan jika dia rusak maka seluruh anggota tubuh akan rusak dan itu adalah hati.`” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadits ini adalah termasuk salah satu hadits yang sangat shahih. Karena diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim. Keduanya sepakat untuk meriwayatkan hadits ini.

Dari sahabat An-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘Anhuma. Beliau adalah Sahabat putra Sahabat. Kunyah beliau adalah Abu Abdillah An-Nu’man bin Basyir Al-Anshari Al-Khazraji. Jadi beliau adalah salah seorang dari kalian Anshar, yakni penduduk kota Madinah. Dan persisnya dari suku Khazraj. Karena para penduduk Madinah terdiri dari terdiri dua suku; ‘Aus dan Khazraj yang pada awalnya mereka sangat bermusuhan, terjadi banyak peperangan diantara mereka, namun kemudian mereka bersaudara ketika sama-sama menerima Islam sebagai agama mereka.

An-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘Anhuma adalah putra Anshor yang pertama kali lahir setelah hijrah. Beliau lahir ditahun kedua hijriyah dan saat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggal, beliau baru berumur 8 tahun. Jadi, beliau mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saat beliau masih kecil. Namun ilmu yang beliau sampaikan ini baru beliau sampaikan saat beliau sudah dewasa. Dan para ulama hadits menjelaskan bahwasanya boleh saja seorang Sahabat mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diwaktu mereka masih kecil. Dan kalau mereka menyampaikan apa yang pernah mereka dengar itu saat mereka sudah dewasa, maka riwayat mereka diterima.

Jadi beliau memang mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saat beliau masih sangat kecil. Baru berumur 8 tahun atau bisa jadi kurang. Namun beliau baru menyampaikan hadits ini saat beliau sudah dewasa. Riwayat beliau pun diterima oleh para ulama hadits. Maka ini adalah salah satu dari hadits-hadits yang beliau riwayatkan.

Dalam hadits ini disebutkan bahwasannya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sungguh yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas.”

Saat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggal, wahyu sudah putus, Islam sudah sempurna. Dan itu diikrarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam salah satu firmanNya:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ

Hari ini telah kusempurnakan untuk kalian agama kalian.” (Al-Maidah[5]: 3)

Saat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggal, tugas dakwah beliau sudah selesai. Seluruh amanah yang menjadi tugas beliau sudah ditunaikan. Tidak ada satupun jalan kebaikan kecuali beliau telah menjelaskannya. Tidak ada satu jalan keburukan pun kecuali beliau telah mengingatkan kita untuk waspada terhadapnya. Beliau menyebutkan:

تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ

Aku tinggalkan kalian dalam suatu keadaan terang-benderang, siangnya seperti malamnya. Tidak ada yang berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti binasa.” (HR. Ahmad)

Maka, perkara-perkara agama sudah beliau jelaskan. Sungguh yang halal itu jelas dan sungguh yang haram juga jelas. Para ulama menjelaskan bahwasannya diantara contoh perkara halal yang jelas adalah memakan biji-bijian atau sayur-sayuran atau memakan daging binatang ternak dan juga makanan-makanan yang jelas kehalalannya jika makanan-makanan tersebut sampai kepada kita dengan jalan yang halal juga. Misalnya dengan membeli, mendapatkan hadiah, mendapatkan hibah dan lain sebagainya.

Sungguh yang haram itu juga jelas. Ibnu Rajab Al-Hambali menyebutkan contoh perkara-perkara yang haram adalah makan daging babi, kemudian makan darah, minum khamr, menikahi wanita-wanita yang mahram, berzina, berjudi atau melakukan pekerjaan-pekerjaan yang haram seperti riba, menjual khamr, menjual perkara yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala atau memakan makanan yang halal tapi cara mendapatkannya adalah haram. Misalnya dengan mencuri, merampok, menipu dan lain sebagainya.

Ini semuanya jelas dan telah disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun karena luasnya ilmu agama Islam ini, ada banyak orang yang tidak bisa menguasainya. Bahkan para ulama menjelaskan bahwasannya tidak ada seorangpun yang menguasai seluruh agama Islam dari a sampai z 100% kecuali hanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bahkan seorang Sahabat sekaliber Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu yang dari awal sudah bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai beliau meninggal, juga luput dari beliau beberapa ilmu dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Apalagi kita yang begitu jauh dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan terpisah hampir 15 abad dari zaman beliau. Tentunya pada akhirnya ada banyak ilmu agama yang tidak kita pahami dan ketahui.

Perkara Syubhat

Dan diantara dua perkara yang halal dan haram ini ada perkara-perkara yang syubhat, yang rancu, yang hukumnya tidak diketahui oleh banyak orang. Jadi banyak orang tidak mengetahui hukum permasalahan-permasalahan ini. Namun tentunya ada sebagian yang mengetahuinya. Para ulama yang teguh ilmunya, para ulama yang mumpuni, para ulama yang dalam keilmuannya, mereka memahami hukum-hukum itu. Tapi ada banyak orang yang tidak memahami hukumnya. Hal tersebut rancu bagi mereka.

Ibnu Rajab Al-Hambali menyebutkan bahwasannya diantara contoh hukum yang rancu ini adalah hukum makan daging kuda atau daging dhab. Dhab adalah binatang yang ada di kota Madinah. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak memakan binatang ini. Orang-orang di Indonesia menyebutnya seperti biawak tapi sungguh dia tidak sama dengan biawak. Bahkan hukumnya juga berbeda. Mungkin secara fisik ada kemiripan. Tapi dhab ini lebih kecil. Dia hidup di lobang-lobang di kota Madinah dan dia makan rumput sementara biawak makannya adalah daging (karnivora).

Ada perbedaan diantara keduanya sangat jelas. Dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak memakan dhab tapi beliau membiarkan para Sahabat berburu dan memakan binatang ini. Maka dhab halal dengan taqrir dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau mendiamkan para Sahabat untuk memakannya. Namun bisa jadi bagi sebagian orang, hukumnya tidak jelas dan rancu.

Atau misalnya daging buaya. Daging buaya yang disatu sisi dia termasuk binatang buas, punya taring, tapi disisi yang lain dia hidup di air atau hidup di laut. Ini membuat hukumnya rancu bagi sebagian orang atau bahkan mungkin bagi banyak orang.

Diantara contoh syubhat yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam Jami’ul Ulum wal Hikam Syarah Arbain An-Nawawi adalah hukum jual beli ‘Inah. Jual beli ‘Inah artinya adalah sebagaimana ilustrasi yang akan saya sebutkan berikut ini:

Suatu ketika saya membutuhkan uang dan untuk mendapatkan uang ini saya sudah menempuh beberapa cara. Diantaranya mencoba mencari pinjaman namun tidak dapat pinjaman yang tanpa riba, tidak ada barang yang bisa saya jual untuk mendapatkan uang sebanyak yang saya butuhkan, kemudian saya melewati sebuah showroom motor misalnya kemudian dari showroom motor ini saya membeli sebuah motor secara kredit senilai misalnya 15 juta rupiah. Saya bersepakat dengan pemilik showroom untuk menjual kembali motor itu dengan harga 10 juta cash. Ini namanya jual beli ‘Inah. Karena dzat motor itu akhirnya kembali kepada si penjual. Kenapa? Karena saya tidak butuh motor itu dan yang saya butuhkan adalah uang 10 juta. Dan hari ini uang tersebut sudah saya dapatkan dengan menjual motor tersebut secara cash kepada si penjual dan pemilik showroom dengan kesepakatan, nanti saya akan membayar itu secara kredit sebesar 15 juta.

Jadi, saya membeli 15 juta secara kredit, kemudian menjualnya kembali kepada si penjual sebanyak 10 juta dengan cash. Jadi hari itu saya mendapatkan uang 10 juta cash dan itu yang saya butuhkan dan dipundak saya ada beban tanggungan sebanyak 15 juta tapi saya katakan, “oke, nggak ada masalah karena saya bisa mencicil itu. Yang penting hari ini saya bisa mendapatkan 10 juta untuk memenuhi kebutuhan saya.”

Nah, kalau terjadi kesepakatan antara saya dengan pemilik showroom, maka ini adalah jual beli ‘Inah yang disepakati keharamannya oleh para ulama. Nggak boleh. Karena ini adalah proses pinjam meminjam uang yang riba tapi dibungkus dengan jual beli. Sebenarnya tidak ada jual beli, yang saya butuhkan adalah uang 10 juta. Tapi proses peminjaman uang ini dibungkus seolah-olah ada jual beli disana. Tapi akhirnya barangnya kembali kepada si penjual.

Nah, ini adalah jual beli yang diharamkan oleh para ulama dengan kesepakatan. Tapi kalau tidak ada kesepakatan antara saya dengan pemilik showroom, artinya saya datang ke showroom tersebut kemudian saya membeli motor secara kredit dengan harga 15 juta dicicil misalnya untuk 15 bulan, setiap bulan 1 juta. Kemudian setelah keluar dari showroom tersebut tanpa ada kesepakatan dengan pemilik showroom, saya datang kembali kepada showroom untuk menawarkan motor tersebut senilai 10 juta cash. Dan orang tersebut mengatakan, “Oke, ini sebuah penawaran yang bagus, saya menerima penawaran tersebut.” Maka ini juga termasuk jual beli ‘Inah. Tapi kalau jual beli ‘Inah ini tidak direncanakan, tidak disepakati oleh kedua pihak dari awal, maka sebagian ulama membolehkannya.

Simak penjelasannya pada menit ke – 18:46

Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 6 – Hadits Tentang Syubhat

Mari raih pahala dan kebaikan dengan membagikan tautan ceramah agama ini ke Jejaring Sosial yang Anda miliki seperti Facebook, Twitter, Google+ dan yang lainnya. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Anda.

Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com

Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv

Pencarian:


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47039-hadits-arbain-ke-6-hadits-tentang-syubhat/